Rabu, 09 Februari 2011

Kesenian Tarawangsa


22.48 | ,

A. Sejarah Tarawangsa
Pada abad ke-8 rakyat Rancakalong bermata pencaharaian bercocok tanam di ladang (huma) mendapat musibah yaitu panen padinya tidak berhasil, sehingga terjadilah malapetaka kelaparan. untuk menanggualangi musibah ini, maka tokoh masyarakat di Rancakalong yang bernama Wisanagara bersama tokoh lainnya bermusyawarah untuk sepakat mengganti tanaman padi menjadi tanaman hanjeli, namun sayang tanaman ini pun nampaknya kurang berhasil atau tidak menutupi kebutuhan. konon pada suatu hari ada seorang anak kecil yang merasa kelaparan memasuki lubung hanjeli karena keingintahuannya persediaan hanjeli, namun sialnya anak tersebut tertimpa seikat hanjeli sehingga meninggal dunia.
Dari saat itu tokoh (sesepuh)masyarakat Rancakalong memutuskan (ragrag ucap) untuk tidak lagi menanam hanjeli dan akan diganti kembali dengan menanam padi. tapi konon untuk menanam padi pun bibitnya telah habis. untuk hal ini maka kembali para sesepuh masyarakat bermusyawarah lagi untuk berupaya mencari bibit padi tersebut dan atas kesepakatan dari musyawarah dua orang seniman yang satu diantaranya anak seorang tokoh yaitu Jatikusumah yang menurut rakyat Rancakalong disebut Wiranaga bersama seorang temannya yang bernama Raguna diutus untuk mencari padi ke negara Mataram yang tersohor kemakmurannya.
Dengan berbekal sebuah kecapi maka dua sahabat tersebut pergi menuju negara Mataram untuk melaksanankan tugasnya sambil mengamen seni kecapi dan sampailah mereka ke tapal batas kerajaan mataram yang memang saat itu di negara mataram sedang ketat menjaga keamanan karena masuknya Agama Isalam. tapi dengan kecerdikannya yang beralatkan sebuah kecapi dua sahabat tersebut dapat masuk ke wilayah negara mataram, namun setelah masukpun mereka merasa kebingungan untuk mencari bibit padi tersebut. untunglah pada saat ini mereka bertemu dengan seorang yang di Masyarakatnya mempunyai pengaruh dan ia pun mengerti kedatangan dua orang tersebut, berhasillah bibit padi yang mereka cari itu dan supaya tidak mengundang kecurigaan pemerintah mataram bibit padi itu oleh mereka dimasukan kedalam kecapi. setelah bibit padi berhasil dua sahabat tersebut berpamitan untuk pulang kembali ke Rancakalong.
Diperjalanan pulang Wiranagara (Jatikusumah) membuat rebab yang disebut Tarawangsa, yang mana tujuannya adalah :
1. Agar ringan membawa bibit padi karena bibit padi tersebut bisa dibagi dua membawanya, dimasukan ke dalam rebab
2. Untuk dipadukan suaranya dengan kecapi hingga enak didengar.
Sesampainya di Rancakalong mereka disambut dengan penuh kegembiraan karena berhasilnya dan untuk mewujudkan rasa gembira dan syukuran maka rakyat Rancakalong menabuh kecapi dan rebeb tersebut buatan Wiranaga (Jatikusumah) sebagai penghormatannya, maka dari saat itulah menjelmalah kesenian Tarawangsa atau suka di sebut Jentreng.
B. Waditra Seni Tarawangsa
Waditra Seni Tarawangsa adalah :
1. Kecapi yang berfungsi untuk mengiringi (mirig)
2. Rebab (Tarawangsa) yang mempunyai dua kawat yang berfungsinya kawat satu sebagai guru lagu dan kawat yang kedua untuk goong
3. Susunan Pemain
a. Pemain/Pelaksana
1. Seorang pemetik jentreng-kecapi
2. Seorang pemetik rebab-tarawangsa
3. Seorang tokoh (syaichu) laki-laki
4. Seorang tokoh (syaichu) perempuan
5. Lima orang atau lebih penari laki-laki
6. Lima orang atau lebih penari perempuan
b. Kelengkapan
1. Untuk tokoh (syaichu) laki-laki
a. Pakai model jas berwarna hitam
b. Keris dirias renda
c. Kain berwarna putih
d. Ikat kepala (totopong) warna hitam
e. Selendang (karembong) empat warna (hitam,putih,merah dan hijau)
2. Untuk tokoh (syaichu) perempuan
a. Gelang disepuh warna emas
b. Sisir sapal terbuat dari tulang
c. Renda berwarna putih
d. Selendang (karembong) empat warna (hitam,putih,merah dan hijau)
c. Kelengkapan
1. Penari Laki-laki
a. Pakaian bebas, hanya kebawah harus memakai samping
b. Selendang (karembong) bisa memilih hanya harus sama dipakai (syaichu) tokoh
2. Penari Perempuan
a. Kebaya warna putih
b. Selendang (karembong) warna terserah mau yang hijau, putih, merah ataupun hitam.
4. Pementasan
Tarawangsa atau Jentreng bisa dipentaskan
a. Pada acara syukuran tradisional, seperti :
- Ngaruat
- Ngalaksa
- Ngarosulkeun
- Buku Taun
- Panenan
b. Pada acara syukuran
- Menikahkan
- Sunatan
5. Waktu Pementasan
Biasanya dipentas dimuali dari habis Isya hingga waktu Subuh (Semalam) adapun pementasan untuk acara hajat panen, mempunyai ketentuan-ketentuan khusus karena adanya tata tertib :
1. Bubuka yang isinya Maaf-maaf (sasadu) kepada tokoh-tokoh yang telah tiada (karuhun)
2. Nyawer yaitu bibit padi disiram oleh air tek-tek (cai seureuh) di tempatnya khusus
3. Ngirebkeun, yaitu menyimpan padi di kamar khusus (goah) yang disebut netepkeun Nyi Sri
4. Terakhir ditutup oleh tokoh (syaichu) laki-laki.
Peristiwa tari dilaksanakan di rumah salah seorang penduduk setempat. setiap orang yang hadir di tempat itu dapat tampil sebagai penari, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. mereka dapat tampil berkelompok, setelah suatu hari tarian selesai mereka bersalaman. dalam setiap kelompok para petani tidak melakukan gerak-gerik yang sama.
Setiap penari nampak asik sendiri bahkan demikian asiknya penari kelompok itu lupa akan dirinya serta keadaan sekelilingnya.
Sementara itu penari lainnya tetap asik dengan gerakan masing-masing, bila iringannya berhenti semua penaripun berhenti. selanjutnya mereka saling bersalaman lalu minggir untuk memberi giliran kepada kelompok lain. mereka menamakan tarian ini nyek-nyek atau tari Jentren atau tari samping.
C. Lagu-lagu Jentreng/Tarawangsa
a. Lagu Pakeman (Pokok)
1. Lagu saur : digunakan untuk memanggil (nyambat) nyi sri yang menghilang (ngahiyang)
2. Lagu Tangapungan : menggambarkan waktu nyi sri menghilang (ngahiyang)
3. Lagu Pamapag : menyambut bibit padi dari tempatnya (goah)
4. Lagu Pangamet : untuk menimbang-nimbang
5. Lagu Badud : untuk menutup (runtuyan/rangkaian lagu-lagu pokok pakeman)
b. Lagu-lagu Hiburan
1. Angin-angin
2. Jemplangan
3. Limbangan
4. Bangunan
5. Keromong
6. dengdo
7. Mataram
8. Keratonan
9. Simagalih
Ditambah lagu kreasi yaitu :
1. Lagu Panagiran
2. Lagu Buncis.

Dikutip dari Buku : “Budaya Sunda”


0 komentar: